Judul: A Patch of Blue|Tahun-rilis: 1965|Produser: Guy Green, Pandro Breman|Sutradara: Guy Green|Penulis-skenario: Guy Green|Sinematografer: Robert Burks|Editor: Rita Roland|Musik: Jerry Goldsmith|Durasi: 105 menit
Shelley Winters dan Sidney Poitier |
A Patch of Blue bercerita tentang Selina, seorang gadis-buta yang jatuh-cinta pada seorang pria berkulit-hitam. Selina hidup dengan ibunya, Rose-ann, seorang pelacur yang kasar, dan kakeknya, yang ia panggil Ole-Pa, yang baik-hati namun tidak-berilmu. Dari kehidupannya yang dingin dan terisolasi dari dunia-luar, Selina menemukan kehangatan dan kehidupan yang baru ketika ia bertemu dengan seorang pria berkulit hitam bernama Gordon Ralfe (diperankan Sidney Poitier).
Film ini terutama menyinggung masalah sosial mengenai hubungan kulit-putih dengan ras lain, terutama kulit-hitam. Latar Selina dan Gordon berbeda dari stereotipe ras mereka pada saat itu. Selina yang ras kaukasian hidup dalam rumah yang kacau, tidak mengenal etika dan hormat. Dimana Selina dilecehkan secara fisik dan mental, namun tidak menyadarinya karena ia tidak pernah bersekolah dan buta-huruf(braille). Lain halnya dengan Gordon yang berkulit-hitam. Disaat stereotipe menyatakan bahwa kulit-hitam kurang-lebih memiliki latar-belakang seperti Selina, Gordon adalah pria berkulit hitam yang memiliki pendidikan dan berbudaya. Ia bekerja, hidup di apartemen yang layak, dan berbudi-bahasa yang baik (lebih baik dari Selina). Penilaian Selina akan Gordon juga lebih pada kepribadian Gordon karena Selina buta sehingga ia tidak menilai berdasarkan warna kulit atau penampilan fisik. Gordon-pun bisa lepas dari persepsinya akan kulit-putih karena ia mengerti bahwa meskipun Selina berkulit-putih, ia tidak akan men-judge dirinya karena ia berkulit-hitam.
Hubungan Selina-Gordon di tengah sindiran masyarakat |
Cerita ini juga didukung dengan performa luar-biasa kedua tokoh-utama, Sidney Poitier dan Shelley Winters. Shelley Winters memerankan Selina yang buta. Selina memiliki karakter campuran antara karakter seorang anak-anak namun memiliki pengalaman yang berat dan menyedihkan, bahkan begitu menyentuh bagi Gordon. Ia buta karena kesalahan Rose-ann, namun ia menganggap bahwa itu adalah kesalahan dirinya. Ia juga pernah mengalami pelecehan-seksual yang dilakukan oleh salah-satu pelanggan Rose-ann. Ia tidak(atau lebih tepatnya belum) menyadari betapa gelapnya pengalaman hidupnya, namun bisa terlihat adanya sesuatu yang ‘lain’ dari perkembangan mental Selina. Sedangkan Gordon adalah malaikat bagi Selina. Di tengah miringnya perlakuan Rose-ann dan kakeknya, Ole-Pa, pada Selina, Gordon memperlakukan Selina dengan layak. Ia memiliki kepribadian yang hangat dan hidup. Ia menularkan kehangatan dan kehidupan itu pada Selina.
Style Burks yang juga ditemui pada film Hitchcock |
Selain ceritanya yang sangat-baik, Guy Green, sutradara dari film ini, juga menyelipkan adegan-adegan yang menunjukkan kualitas visualnya sebagai seorang filmmaker tanpa mengambil alih perhatian penonton dari jalannya cerita. Sebagai contoh adalah adegan sekuens-fantasi Selina ketika ia pertama-kalinya berada di taman, dimana ia tidak-lagi buta, berlari menjelajahi taman yang dalam imajinasinya terlihat seperti surga. Atau dalam adegan flashback ketika Selina menceritakan bagaimana ia kehilangan penglihatannya. Selain itu, saya juga menyukai scoring dari film ini. Scorenya yang indah dibuat oleh Jerry Goldsmith. Sinematografer film ini adalah Robert Burks, yang sering berkolarborasi dengan Alfred Hitchcock. Namun style gambarnya kali ini jauh berbeda dengan yang biasa Burks lakukan dalam film Hitchcock. Ia mengambil gambar dengan style neo-realis Italia dengan banyak dilakukannya pergerakan kamera. Namun dari segi lighting, Burks memberikan sedikit kesan noir yang biasa terlihat pada film Hitchcock.
No comments:
Post a Comment