Monday, 30 January 2012

Berpetualang bersama dalam Hawk's The Thing from Another World


Judul: The Thing from Another World|Tahun-rilis: 1951|Produser: Howard Hawks|Sutradara: Chris Nyby, Howard Hawks|Penulis-skenario: Charles Lederer|Sinematografer: Russell Harlan|Genre: Horror Sci-fi|Durasi: 87 menit



Dalam salah-satu interviewnya, Quentin Tarantino, salah satu sutradara terkemuka newest-wave, memuji Howard Hawks, “There’s no Hawks’ film that I don’t enjoy.” Film-film Hawks yang melang-lang segala jenis genre, dari western, seperti Red River, hingga komedi, seperti Bringing Up Baby, adalah film yang memang nikmat untuk ditonton. Kali ini Hawks kembali membentangkan sayapnya ke genre yang unik baginya, horror. 

Hawks berkolaborasi dengan seorang sutradara baru bernama Chistian Nyby, yang pada akhirnya lebih banyak berkecimpung di dunia pertelevisian, karena itu seperti kebanyakan orang lainnya yang mengatakan bahwa, meskipun Hawks hanya 2nd director dan produser film ini, film ini banyak membawa ciri-khas Hawks yakni (yang juga kata orang lain) overlapping dialogue, smooth story telling, compressed time and space, anggap saja ini adalah film Hawks (meskipun saya sendiri disaat mengakui bahwa semua film Hawks itu bagus, kecuali satu...”Diamonds are the girls best friends...(Gentlemen Prefer Blondes)” yang ada Marilyn Monroe-nya, namun belum mengerti apa alasannya). 

sense of togetherness felt throughout the movie
The Thing versi Hawks memang kalah terkenal dari versi remake-nya John Carpenter. Saya sendiri belum menonton versi Carpenter. Yang pasti buat versi Hawks, filmnya menjadi sebuah genre horror yang unik, dimana kita lebih merasakan suasana petualangan para tokohnya yang duduk bersama menikmati kopi-hangat di tengah dinginnya cuaca kutub-utara, dan bekerja-sama untuk menaklukkan seorang monster yang diduga berasal dari planet lain. Perasaan ini adalah perasaan yang sama yang penonton rasakan ketika menonton Stagecoach-nya John Ford, atau Raider of the Lost Ark-nya Spielberg, dimana kita begitu masuk ke dalam petualangan tokohnya, merasa seolah kita ikut berpartisipasi dalam perjalanannya. Yang dirasakan bukan lagi takut, tapi seru! (karena itu ada sedikit deviasi di sini, but with a good result)

The Thing sendiri bercerita  mengenai sekelompok peneliti kutub-utara, yang suatu hari menemukan area yang menyerupai landasan sebuah pesawat yang diduga adalah UFO. Ketika mereka menyelidiki lokasi tersebut, mereka mendapati bahwa pesawat UFO tersebut terkubur di bawah es, bersama seorang makhluk asing yang diduga adalah pilot dari pesawat tersebut. Makhluk tersebut di bawa ke laboratorium masih dalam bentuk balok-es. Namun suatu saat, es tersebut mencair dan ia lepas, mengancam nyawa para peneliti yang ada di laboratorium. Salah satu peneliti menemukan bahwa makhluk itu jauh lebih maju dan cerdas dari manusia, sayangnya ia juga menjadikan manusia sebagai mangsanya. Karena itu sebelum mereka dihabisi, mereka berencana untuk menghancurkan makhluk-asing tersebut.

The team arrived at the UFO landing area


Makhluk tak bernama itu, yang selalu disebut sebagai ‘The Thing’, beberapa kali menampakkan wujud fisiknya. Sejujurnya, meskipun sudah mencoba dengan menampilkan The Thing yang berbadan besar dan kekuatannya beberapa kali di atas manusia, penampilan The Thing untuk ukuran penonton jaman sekarang, yang telah menyaksikan The Exorcist, Alien, Resident Evil, atau film-film horror lainnya, kurang menyeramkan. Tapi itu cukup bisa diterima, bahkan Murnau dengan Nosferatu-nya yang bergenre sama, lebih berkesan lucu ketimbang seram, and yet it’s still considered a classic. Lagipula, seperti yang dituliskan sebelumnya, walaupun genre film ini dikatakan horror sci-fi (dan itu benar bila dilihat dari setting dengan adanya UFO dan adanya tokoh monster), namun bagi saya film ini lebih terasa sebagai film bergenre adventure, dengan hubungan antara tokohnya yang hangat dan suara badai salju yang semakin membuat orang ingin berkumpul bersama, dan bagi saya inilah yang menjadi nilai-jual tertinggi film ini.

Ini adalah sebuah film yang sangat menghibur dan bisa dinikmati sambil bersantai. Saya sendiri menontonnya sambil terbaring di kasur karena saya sedang sakit, namun film ini begitu menarik hingga yang dulunya berencana hanya sedikit mengintip filmnya 5 – 10 menit, kebablasan hingga menit 50 dan akhirnya harus dihentikan karena mati-lampu.

***

No comments:

Post a Comment