Sunday, 27 May 2012

Days of Glory (1944)


Judul: Days of Glory
Tahun-rilis: 1944
Produser: Casey Robinson
Sutradara: Jacques Tourneur
Penulis-skenario: Casey Robinson
Sinematografer: Daniele Amfitheatrof
Pemain: Gregory Peck, Tamara Toumanova
Genre: War-drama
Durasi: 86 menit

Gw nonton film ini tadi siang. Untuk saat ini, ini adalah salah satu film yang bisa jadi masuk daftar film terburuk yang pernah gw tonton (ada Dick Tracy, satunya lagi gw lupa). Saya masih mencoba mencari sisi positif film ini, namun saya hingga saat ini masih belum menemukannya.

Vladimir first appearance gave an impression of strong leadership and character. Real-man!

Yang suka film lawas pasti tahu Gregory Peck. Dia adalah tokoh-utama pria dalam film ini, ketua sekelompok gerilyawan Rusia anti-Jerman bernama Vladimir. Film ini adalah film perdana Mr. Peck. Tokoh wanita diperankan oleh Tamara Toumanova, sebagai tokoh wanita yang pada awalnya terlihat elegan dan misterius, namun di akhir film, bagi saya pribadi, begitu clingy dan menjijikkan, bernama Nina.

Dari sisi akting menurut saya penampilan para pemainnya cukup baik. Namun sayang, pengarahan sutradaranya mengecewakan. Padahal saya suka satu film Tourneur lain yang pernah saya tonton, Cat People. Dari karakterisasi dan plot, film ini adalah sebuah bencana yang cukup membuat saya muak menyaksikannya.

Their eyes caught each other when they were hiding from German attack...and fell in love

Semua karakter di film ini busuk! Entah disengaja atau tidak (berhubung bercerita tentang negara rival mereka, Soviet). Anggota gerilyawan Vladimir terdiri dari orang-orang busuk. Ada pemabuk berbadan gembul yang sering bertengkar dengan temannya yang kurang-lebih berpostur sama. Ada anak kecil yang ingin menikahi kakak laki-lakinya, sifatnya juga menjengkelkan, kecil-kecil udah rewel kayak emak-emak! Ada prajurit wanita yang pada awalnya terlihat tangguh, namun tiba-tiba ngambek gara-gara Vladimir jatuh cinta pada Nina (mulai dari titik ini, plot berkembang ke arah yang sangat konyol bagi saya). Wanita ini mati ketika pergi sambil ngambek, ditembak tentara Jerman.

Tiba-tiba saja seolah perjuangan gerilyawan menjadi hal yang sepele. Ketua kelompoknya, Vladimir, bercinta dengan Nina ketika kelompoknya sedang di serang sekelompok tank Jerman, sementara ada satu anggota kelompok itu yang pendiam, mendengarkan saja percakapan romantis dua pasangan ‘konyol’ ini.
Pasangan baru ini bercumbu di mana saja. Nina yang dulunya membuat jarak dengan kelompok, tiba-tiba menjadi, berkesan, caper. Dimana saja ia muncul, dan mulai banyak bicara seperti anak kecil.

Even in front of his comrade, Vladimir's showing his romantic side
Suddenly Ms. Nina become the queen in the guerrilla hideout
Silly moment...

Vladimir, yang pada awalnya terlihat berwibawa dan bertanggung-jawab, terkesan melalaikan tugasnya sebagai ketua kelompok demi kisah cintanya pada Nina. Kalau kelompok gw dipimpin orang kayak Vladimir, harusnya kelompoknya uda bubar dari awal. Tapi ini enggak, anggota yang lain malah senyum-senyum aja melihat hubungan sepasang kekasih ini. Sementara penontonnya (saya) udah muak ngeliat kelakuan dua tokoh ini.

Adegan klimaksnya juga konyol ...tapi ga usah diceritain.

Intinya, gw sebagai penonton ga ngerasa simpati lagi ama tokoh-tokohnya. Dengan itu juga, gw ngerasa filmnya mengecewakan. Atau mungkin gw-nya aja yang tidak melihat kelebihan film ini? Atau mungkin Tourneur memang sedari awal tidak suka juga pada ceritanya, sehingga membuat filmnya sedemikian rupa. Entahlah...

PS: 
Setelah sekilas melihat lagi filmnya, saya menemukan bahwa saya suka opening film ini. Adegan ketika seorang prajurit muda dieksekusi di depan publik, namun dia malah tersenyum juga bagus.

No comments:

Post a Comment