Judul: Killer’s Kiss|Tahun-rilis: 1955|Produser: Stanley Kubrick|Sutradara: Stanley Kubrick|Penulis-skenario: Stanley Kubrick, Howard Sackler|Sinematografer: Stanley Kubrick|Editor: Stanley Kubrick|Pemain: Frank Silvera, Jamie Smith, Irene Kane|Genre: Noir|Durasi: 67 menit
Bagi para penggemar film Kubrick; 2001: Space Odyssey, Clockwork Orange, Full Metal Jacket, Dr. Strangelove, Path of Glory, The Shining, dll; Killer’s Kiss adalah sebuah film noir; fitur kedua Stanley Kubrick.
Film ini bercerita tentang seorang petinju yang karirnya telah terseok-seok, Vincent Rapallo (dimainkan oleh Frank Silvera), yang jatuh cinta kepada wanita yang ‘salah’, membawa dirinya ke dalam sebuah konflik dengan seorang bos-mafia.
Secara khusus saya menyukai penampilan tokoh wanita dalam film ini; Gloria Price, diperankan oleh Irene Kane. Irene, meskipun terlihat sudah berumur sekitar 30an, memiliki daya-tarik sensual yang membuatnya menarik untuk dilihat. Ia juga memerankan tokohnya, yang sebenarnya, lepas dari happy-ending yang katanya adalah intervensi dari pihak studio dimana ia berlari menyongsong Vincent yang akan pergi meninggalkan segalanya, adalah seorang tokoh oportunis dan licik, dengan sangat baik.
Stanley Kubrick yang memiliki background sebagai seorang fotografer, memanfaatkan momentum ini untuk menunjukkan visi visualnya sebaik mungkin. Hasilnya secara umum kualitas gambar film ini sangat baik. Ada beberapa framing yang sangat menonjol sepanjang film; seperti shot ketika 2 orang preman membunuh seorang pria yang dikira adalah Vincent di sebuah gang kecil yang gelap – atau shot Vincent yang memperhatikan Gloria dari balik jendela kamarnya – dan ada pula pengejaran Vincent di atap gedung pada adegan terakhir yang diambil dalam dengan satu long-take. Lalu ada juga adegan pertandingan tinju yang diambil dengan sangat bagus, mungkin lebih bagus dari yang ada di Body and Soul-nya Robert Rossen atau Somebody Up There Likes Me-nya Robert Wise.
Selain itu, kita pasti tidak akan luput dari ekperimen yang dilakukan Kubrick dalam film ini, terutama dari aspek editing. Meskipun hasilnya terlihat kasar, namun memperkuat semangat independen dari film, dan saya mencintai film-film inovatif seperti ini.
Lepas dari apa yang terlihat dilayar, ternyata, setelah membaca artikel beberapa blog dan situs mengenai film ini, drama yang ada di belakang layar tidak kalah menarik untuk diikuti. Kali itu, Kubrick bukanlah siapa-siapa. Ia kesulitan untuk mengumpulkan modal; yang akhirnya ia dapatkan sebanyak $40.000 dari pamannya. Yang lebih menarik lagi, Kubrick hidup ditopang dana pemerintah pada kali itu. Dengan kata lain, ia adalah gembel. Namun semangatnya, di saat kondisi yang ‘naas’ tersebut, untuk membuat film sangat patut diacungi jempol.
Beberapa kritikus menganggap filmnya lifeless. Namun menurut saya film noir biasanya memang memiliki karakter yang tidak-hidup. Emosi yang dirasakan saya ketika menonton film noir adalah perasaan kosong, mati-rasa (ini sih bosan namanya...). Tapi memang film noir pada umumnya bila hanya dilihat dipermukaan adalah film-film yang membosankan. Film ini menyajikan lebih dari yang biasanya diberikan pada film-film noir, membuat film ini menarik untuk disaksikan.
No comments:
Post a Comment