Friday, 24 August 2012

Hallelujah! (1929)



Judul: Hallelujah!
Tahun-rilis: 1929
Produser: King Vidor
Sutradara: King Vidor
Sinematografer: Gordon Avil
Pemain: Daniel Haynes, Nina Mae McKinney
Genre: Drama
Durasi: 90 menit

Another King Vidor’s cinema. Kalau Orson Welles pernah menampilkan pertunjukkan teater yang semua pemainnya berkulit-hitam, King Vidor melakukan hal yang sama pada media yang berbeda, film.

Tentang seorang pria, Ezekiel, yang memiliki kelemahan pada wanita, sehingga digunakan setan untuk menggodanya melakukan dosa. Film bercerita tentang usaha Ezekiel untuk lepas dari godaan tersebut.

Ezekiel shows his lust


Temanya bagi saya pribadi sangat menarik. Casting dan karakterisasinya pun suprisingly sangat bagus. Hanya saja ada beberapa kekurangan dari ceritanya. Pertama, bagian awalnya terasa terlalu lamban. Tokoh antagonis, seorang wanita penggoda bernama Chick yang akan terus mencoba untuk menarik Ezekiel ke liang dosa dengan tipuan cinta, baru muncul sekitar 40 menit setelah film berlangsung. Selain itu, endingnya pun mengecewakan. Dalam film Ezekiel melakukan banyak pilihan yang salah. Namun pilihan tersebut serasa disingkirkan begitu saja demi memenuhi tuntutan happy-ending (film dibuat pada masa ketika film-noir belum booming).

Ezekiel easily seduced by Chick


Namun semua itu dibayar dobel dengan performa pemainnya yang outstanding. Pemeran Ezekiel dan Chick serasa sangat menonjol dibanding pemeran yang lain, sepertinya karena faktor fisik mereka. Ezekiel berbadan besar dan berwajah tampan. Sedangkan Chick berkulit coklat-muda sehingga menonjol dari yang lainnya, berbadan seksi, serta berwajah manis. Namun pemain yang lainnya pun memberikan penampilan yang luar-biasa. Yang juga unik adalah tak ada satupun pemain kulit-putih pada film (hanya seorang pria berpakaian putih, yang sepertinya mengesankan sebagai petinggi dari para kulit-hitam. Namun ia berdiri jauh sekali dari kamera sehingga kita hanya bisa menebak).

The man on white drass at the barn's door


Ada satu shot yang mengingatkan saya shot mabuk JR (Harvey Keitel) di Mean Streets-nya Scorsese, yaitu adegan ketika saudara Ezekiel, Spunk mencoba mencari Ezekiel di red-district area, di mana kamera statis menempel pada kereta-kuda  yang melaju yang dibawa Spunk, diiringi lagu pesta dansa yang satu nuansa dengan lagu yang mengiringi mabuknya JR.

Secara umum filmnya jauh dari membosankan. Cukup terkejut menyaksikan penampilan para pemain kulit-hitam dan heran mengapa nama mereka tak pernah terdengar gaungnya.

Thursday, 16 August 2012

Let's Make Love (1960)


Judul: Let’s Make Love
Tahun-rilis: 1960
Produser: Jerry Wald
Sutradara: George Cukor
Penulis-skenario: Norman Krasna, Hal Kanter, Arthur Miller
Sinematografi: Daniel L. Fapp
Pemain: Yves Montand, Marilyn Monroe
Genre: Drama Musikal
Durasi: 119 menit

Sejujurnya saya sudah kurang tertarik membaca judulnya, Let’s Make Love. Apalagi bintangnya aktris boom-sex Marilyn Monroe, jadi pikiran saya sudah filmnya pastinya bakalan penuh adegan rayu-merayu dan akting cewek-lemot yang biasa ditampilkan Monroe (dan Mansfield). Namun alasan saya mendownload filmnya karena kesan yang bagus ketika menonton film George Cukor yang lalu (Holiday). Dan Cukor ternyata masih sangat menghibur dengan filmnya yang satu ini.

Bercerita tentang seorang generational-billionaire terkenal, Jean-Marc Clemont, yang mencoba mendapatkan seorang wanita pemain sandiwara, Amanda (Marilyn Monroe) dengan menyamar sebagai orang bernama Alexander Dumas karena Amanda tidak menyukai orang yang kaya-raya.

Jean Clemont work undercover as a coworker of Amanda to get close to her

Meskipun biasanya saya tidak menyukai tipikal akting Monroe, saya harus mengakui bahwa saya menyukai Monroe di film ini. Menurut saya pribadi Monroe-pun terlihat paling cantik di film  dibanding film Monroe lainnya yang pernah saya tonton (Some Like it Hot, Gentlemen Prefers Blonde). Kulitnya yang putih terlihat menggoda dan manis di film ini. Wajahnyapun lebih terlihat bersih karena make-up yang berkesan tipis di wajahnya.

Amanda on one of his dance-scene

Tapi mungkin juga saya menyukai dirinya di film ini karena karisma lawan mainnya yang menurut saya menunjukkan kemampuan akting yang sangat baik, Yves Montand, memerankan tokoh-utama pria, Jean-Marc Clement. 

Namun, karena filmnya juga bergenre musikal, ada banyak adegan menari dan bernyanyi yang dipimpin oleh Amanda. Saya kurang suka bagian itu karena pesannya yang tidak baik, sejalan dengan judulnya, Let’s Make Love, Ayo Kita Bercinta, atau let’s do free-sex.

Lepas dari itu, filmnya sangat menarik dan menghibur. Akting pemainnya top. Karakterisasi karakternya sukses menciptakan karakter yang menarik. Ceritanya pun sangat baik. Alhasil, filmnya pun menjadi sangat bagus.

Monday, 13 August 2012

The Sea Hawk (1940)


Judul: The Sea Hawk
Tahun-rilis: 1940
Produser: Henry Blanke, Hal B. Wallis
Sutradara: Michael Curtiz
Sinematografer: Sol Polito
Pemain: Erroll Flynn, Brenda Marshall,
Genre: Fantasy Adventure
Durasi: 127 menit

Saya masih mencoba untuk mengingat film ini, film yang saya tonton 2, 3 hari lalu, namun baru sekarang sempat saya tulis reviewnya. Yang saya ingat pasti, filmnya sangat menghibur, ceritanya bagus. Lalu saya juga ingat mengenai sifat karakternya yang, meskipun protagonis, sifat kebajikannya meragukan / bukan orang baik-baik...

The Sea Hawk bercerita tentang petualangan sekolompok pelaut Inggris dipimpin Erroll Flynn sebagai Kapten Thorpe, dan konfliknya dengan armada-laut Spanyol. Film juga dibumbui unsur romantis dengan kisah-cinta Kapten Thorpe dengan anak pejabat Spanyol yang, katanya, membenci kejahatan.

Erroll Flynn played Captain Thorpe
Ceritanya benar-benar bagus. Diceritakan kehebatan Kapten Thorpe, dari masa jayanya, hingga ia dan awaknya harus menyerah dan menjadi budak-kapal Spanyol, dan akhirnya ia kembali menguasai keadaan, mengalahkan armada Spanyol, dan dipersatukan dengan cintanya.

Selain ceritanya yang bagus, eksekusinya pun luar-biasa. Artistiknya keren. Kapal-kapalnya kayaknya dibuat beneran, model-model kapal dagang Eropa yang biasa terlihat dibuku Sejarah. Koreografi perangnya pun apik. Misalkan adegan ketika kapal Kapten Thorpe mencoba menyelamatkan seluruh penghuni kapal Spanyol yang jebol dan mulai tenggelam.

The battle early on the film between Thorpe's and Spanish ship

The scene is so amazing. So much resemblance to Pirates of Caribbean battle scene

Namun sifat karakternya sangat-sangat meragukan sebagai seorang hero, panutan. Pada awal film ketika perang dimulai antara Kapten Thorpe dan armada Spanyol, Kapten Thorpe dan awak-awaknya banyak meneriakkan teriakkan perang yang dingin dan ganas. Seolah mereka menikmati pembantaian yang akan terjadi, yang akan mereka lakukan. Seolah perang adalah permainan anak-anak.

Bukan hanya karakter prianya yang 'bringasan'. Donna Maria, karakter wanita yang dicintai oleh Thorpe juga memiliki watak yang meragukan. Pada salah satu percakapannya dengan Thorpe, ketika ia masih ‘jaim’, ia bilang bahwa ia membenci perompak (Kapten Thorpe), karena mereka mencuri. Lalu Thorpe menanyakan tentang sebuah perhiasan suku Aztec yang ada di kotak perhiasan milik Maria, yang tentunya adalah hasil curian bangsa Spanyol pada suku tersebut. Donna Maria pergi meninggalkan Thorpe dengan kesal......Yang jadi pertanyaan, kenapa dia kesal? Kalau dia memang membenci pencuri, buang saja perhiasan tersebut. Namun bukan itu yang ia lakukan. Karena itu bisa disimpulkan bahwa Maria kesal karena baru saja menyadari bahwa dirinya adalah kaum munafik. Ketika Maria kembali ke kamarnya dan menemukan kotak perhiasan yang sebelumnya disita telah kembali ke lemarinya, ia senang (dan perhiasan Aztec tersebut tidak pernah disebut-sebut kembali. Saya sendiri berasumsi perhiasan tersebut tetap disimpan olehnya).

Donna Maria's expression when she found that Thorpe has returned her jewelry-box

Tapi, tentu saja sifat-sifat itu tidak banyak disorot oleh film sehingga persepsi kita akan tokoh tetap baik dan kita tetap mendukung segala gerak-gerik yang mereka lakukan.

Kesimpulannya filmnya bagus, hanya saja harus disadari kalau tokoh utamanya jauh dari tokoh-panutan yang ideal.

Friday, 10 August 2012

Advise & Consent (1962)


Judul: Advise & Consent
Tahun-rilis: 1962
Produser: Otto Preminger
Sutradara: Otto Preminger
Penulis-skenario: Allen Drury, Wendell Mayes
Sinematografer: Sam Leavitt
Pemain: Henry Fonda, Charles Laughton, Don Murray, Walter Pidgeon, Gene Tierney, Franchot Tone, Lew Ayres
Genre: Political-drama
Durasi: 139 menit

Mood: Like hell.

Sebelum menonton film ini, saya sudah membuat preasumsi bahwa filmnya bakalan kurang menarik bagi saya. Mungkin karena tema politik yang melibatkan banyak tokoh di filmnya, memberi kesan filmnya ribet, bakal agak sulit diikuti. Tapi nyatanya enggak. Mungkin sebenarnya ceritanya memang termasuk tidak mudah diikuti, tapi sanggup menarik perhatian begitu kuat menyingkirkan rasa bosan yang biasa mengganggu.

Bercerita tentang pencalonan Robert Leffingwell (plesetan Living Well ), diperankan Henry Fonda oleh presiden Amerika. Namun pengajuan ini tidak langsung diterima oleh senat. Di tahap inilah drama terjadi, dimana ada kubu pro dan oposisi ajuan presiden. Konflik bahkan hingga memakan korban, seorang senator bernama Brig Anderson, yang merasa terbebani dengan conviction(prinsip)nya dia, sehingga akhirnya ia bunuh diri. Pada akhirnya, semua konflik itu berakhir seolah semuanya terjadi adalah kesia-siaan, everybody suffer for nothing, die for nothing.

Henry Fonda ditulis sebagai main-star sepertinya hanya sebagai nilai jual saja. Ia hanya muncul dalam beberapa scene saja. Namu patut diakui bahwa performanya dalam adegan-adegan itu emang kelas-top—misalnya adegan ketika ia berdebat dengan rekan senator lain di depan sebuah komite yang dibentuk untuk menguji kualitas Robert Leffingwell.


Dalam bagian lain, film terasa lebih fokus pada karakter Brig Anderson, ketika ia menghadapi dilema mempertahankan keyakinannya, diterpa badai oleh seseorang yang mengancam membeberkan masa-lalunya sebagai seorang homosexual.


Dibagian lain, saya merasa cerita berfokus pada ketua partai mayoritas, Bob Munson (diperankan Walter Pidgeon). Sesaat film fokus pada seorang bernama-samaran James Morton, dan masa-lalunya dengan Robert Leffingwell yang sempat bergabung dengan sebuah kelompok komunis.

Meskipun begitu, ajaibnya cerita tidak terasa mencar-mencar. Kita masih bisa mengikuti ceritanya dan menikmatinya. Mungkin karena karakter utamanya sebenarnya adalah keadaan, yaitu balance antara oposisi dan pro, hiburan yang mungkin sama dirasakan ketika seseorang menyaksikan penghitungan voting. Mungkin juga memang karakternya Henry Fonda, meskipun hanya tampil sesaat saja, namun karismanya cukup untuk menimbulkan simpati pada karakternya—mungkin.

Filmnnya saya rasa suprisingly good, karena dugaan yang saya buat sebelum menonton, ditumpas habis 12 – 15 menit mengikuti alur ceritanya. Very good movie!

Friday, 3 August 2012

Torn Curtain (1966)


Judul: Torn Curtain
Tahun-rilis: 1966
Produser: Alfred Hitchcock
Sutradara: Alfred Hitchcock
Penulis-skenario: Brian Moore, Willis Hall, Keith Waterhouse
Sinematografer: John F. Warren
Pemain: Paul Newman, Julie Andrews
Genre: Thriller
Durasi: 128 menit

Saya benar-benar tidak mengerti mengapa Torn Curtain dinilai begitu buruk oleh banyak orang. Truffaut bilang filmnya tidak begitu bagus. Bahkan Hitchcock sendiri menilai filmnya kurang-sukses (dari segi visi-nya sebagai director). Saya barusan aja nonton filmnya, dan dari detik pertama sampai akhir tidak merasa bosan sedikitpun.

Mungkin pada bagian awal, memang ada bagian yang agak aneh, ketika kita diberikan shot demi shot close-up name-tag pada tamu sebuah acara resmi. Pesan utamanya adalah bahwa para tamu tersebut mayoritas adalah ilmuwan. Yang mengganggu mungkin karena diatas gelar mereka, tertulis juga nama, dan shot close-up itu cukup banyak, sehingga cukup membuat saya agak frustrasi melihat bagian itu.

sequence at the beginning of the movie that I find a little uncomfortable to follow

Namun setelah itu, filmnya semakin seru dan seru. Mulai dari ketika tokoh utama, Michael Armstrong (diperankan Paul Newman) membohongi tunangannya (diperankan Julie Andrews) mengenai rencana ia meninggalkannya selama beberapa minggu, hingga akhirnya Michael masuk ke negara komunis Jerman Timur dan berhasil kabur dari negara tersebut. Semuanya seru abis!

Things start to get suspicious when Michael lied to his girlfriend about where he wanna go

Adegan-adegannya juga banyak yang menegangkan. Keahlian yang Hitchcock asah selama hidupnya, yakni menciptakan situasi yang suspenseful, benar-benar terasa di banyak adegan film ini. Personally, saya lebih suka film ini ketimbang The Man Who Knew Too Much. Kenapa saya bandingkan film ini dengan film itu? Hanya insting aja, soalnya keduanya ada adegan ditengah acara publik, yang satu diacara orkestra, yang satu(film ini) acara opera.

Scene at an opera-house, where Michael and his girlfriend surrounded by officers that try to catch him

Memang ada sedikit aura Hitchcock yang berbeda di film—terutama segi sinematografi dan scoring. Sinematografer langganan Hitchcock tidak turut serta membantu Hitchcock di film ini (kalau tidak salah ia meninggal satu waktu sebelum film digarap). Dan dari segi scoring, ada beberapa yang rasa-rasanya agak janggal (namun kedua-kalinya saya mendengar musik ini di opening, saya mendapati musiknya bagus, catchy). Tapi sutradaranya tetap orang yang sama, jadi engga di semua momen rasa aneh itu terasa. Dibanyak adegan, aura Hitchcock sangat terasa. Selain itu, saya bilang aneh, artinya bukan jelek—hanya berbeda.

Akting Paul Newman juga memang agak sedikit menyamping dari akting pemain film Hitcock biasanya. Mungkin ya, dia terlalu emosional. Penonton merasakan emosi bukan hanya dari situasi yang ada seperti film Hitchcock biasanya, tapi juga dari sang aktor. Tapi bagi saya itu bukan kekurangan, hanya menambah kekayaan film yang ada. Tapi mungkin tidak sesuai dengan keinginan sang sutradara. Karena itu Hitchcock pun mengeluh tentang hal itu. 

One of many emotional performance of Paul Newman. Hitchcock seem not to like it, but I do.

Karakterisasinya juga bagus sekali di film ini. Saya merasa disuguhkan karakter-karakter yang unik sepanjang film. Mulai dari professor jenius Jerman yang menjadi target Michael menyusup ke negara tirai-besi. Lalu Mr. Jacobi, yang memimpin bis—samaran yang membawa Michael dan tunangannya kabur dari Berlin. Hingga seorang wanita tua yang berusaha mati-matian membantu pelarian Michael karena ingin mendapatkan sponsor untuk keberangkatannya ke Amerika. Penciptaan karakter yang baik ini juga didukung kuat oleh casting yang luar-biasa di film ini.

Mr. Jacobi, leader of a secret-organization (pie) who try to help Michael on his run. This shot lead to one of the best suspenseful scene on the bus

Banyak menilai masa-masa Torn Curtain adalah masa-masa penurunan kualitas film Hitchcock. Saya kurang setuju. Filmnya tetap bagus dan enjoyable.

Wednesday, 1 August 2012

Little Caesar (1931)


Judul: Little Caesar
Tahun-rilis: 1931
Produser: Darryl F. Zanuck, Hal B. Wallis
Sutradara: Mervyn LeRoy
Pemain: Edward G. Robinson, Douglas Fairbanks Jr., Glenda Farrell
Genre: Gangster
Durasi: 79 menit

Kemarin saya menonton film berjudul Little Caesar. Film disutradarai oleh seorang sutradara bernama Mervyn LeRoy, nama yang cukup asing bagi saya. Namun yang pasti dikenal adalah pemeran utama tokoh dalam film ini, Edward G. Robinson.

Bercerita tentang seorang penjahat kampung, Rico Bandello (diperankan Edward G. Robinson), yang merasa kurang puas sebagai perampok. Bercita-cita menjadi orang-besar di dunia-hitam, ia pergi ke New York dan masuk dunia-gangster kota tersebut. Pada akhirnya, ia berhasil meraih impiannya. Namun impiannya tersebut juga membawa kehancuran bagi dia.

Joe Massara and Rico Bandello dream to be somebody

Bagi saya yang paling berkesan dari film ini adalah ceritanya. Ceritanya menarik, ada drama, action, suspense, dengan ‘aroma’ noir. Karakterisasi nya juga sangat baik, menciptakan konflik yang menarik. Misalnya, selain cerita Rico Bandello, kita juga dikenalkan sobat-lama Rico, Joe Massara. Joe dulunya adalah partner-in-crime nya Rico. Meskipun keduanya memutuskan untuk berangkat ke New York dan berangkat bersama-sama, Joe memutuskan untuk keluar dari dunia gangster. Iapun menjadi penari. Namun Rico terus mencoba menariknya kembali masuk ke Joe. Rico akhirnya mengancam akan membunuh Joe bila ia masih menolak. Namun, pada momen yang menentukan, Rico tak mampu membunuh teman lamanya. Kebaikan Rico itu malah menyudutkan posisi Rico karena Joe memegang banyak informasi kunci kejahatan Rico.

Cerita kurang-lebih bersumbu mengenai hubungan Rico dan dunia-gangster, usaha dia dari bawah hingga akhirnya menjadi gangster ternama di New York. Pada konflik ini sendiri, menjadi daya tarik yang kuat untuk filmnya, dimana Rico yang bukan-siapa-siapa maju melewati rintangan yang menghalangi ia dari kekuasaan yang ia inginkan. Ia memang seorang penjahat, namun perspektif penonton pada bagian itu adalah memihak pada Rico, with his struggle from nobody to be somebody.

Rico finally got his break and become no.1 crooks in the city

Selain itu, durasi filmnya saya rasa menjadi nilai plus dari film ini. Durasinya pas, hanya satu jam lebih sedikit.

At the end, he lose everything and back to his starting condition

Mervyn LeRoy memang sebelumnya bukan siapa-siapa. Namun after seeing this, I’m looking forward to see his other films.