Suspiria, film yang diproduksi tahun 1977 dan disutradarai oleh Dario Argento. Bercerita tentang seorang wanita muda yang merantau ke Germany untuk sekolah dansa (balet). Pada awalnya, segalanya biasa-biasa saja. Namun perlahan rahasia tentang sekolah balet tersebut terkuak, dan ia mendapati dirinya terancam bahaya. Akhirnya sang wanita muda berhasil lolos dari sekolah itu dan selamat.
Kurang lebih begitulah ceritanya. Sulit sekali membagi perhatian gw ketika nonton sebuah film, apalagi bila nontonnya baru sekali, seenggaknya dua kali laah. Tapi berhubung gw lagi sibuk abis ngejar deadline, yah, dipaksa-paksain deh. Kita coba fokus pada satu hal yang menarik perhatian gw dari film ini, cahaya.
Dari awal film sudah keliatan pemakaian cahaya yang unik dan menonjol dari film ini. Cahaya merah, hijau, biru, ungu, ..., kuning, putih. Pemakaian cahayanya setipe dengan film Scorsese Mean Streets dan Taxi Driver. Namun pada Mean Street, pemakaian cahaya yang mencolok seperti pada film Suspiria digunakan, biasanya, di dalam bar atau pada film Taxi Driver, warna cahaya tidaklah sebanyak film Suspiria, namun hanya merah, kuning, dan hijau (warna traffic light). Suspiria, selain pemakaian warna cahaya yang bermacam-macam, menghancurkan ide dalam kepala gw dan membuat inspirasi baru bagi gw. Bila dalam Mean Street warna-warna cahaya itu hanya identik dengan lampu-lampu di bar pada malam hari, Suspiria memberikan ide baru bahwa cahaya-cahaya mencolok itu mengancam! Ketika cahaya-cahaya ekstrim itu menyala, watak utama berarti dalam kondisi terancam.
Itu merupakan ide yang fresh dan inspirasional bagi saya karena ternyata ada kemungkinan untuk menjuruskan sesuatu yang selama ini dianggap menjurus pada satu hal ke sesuatu yang baru. Contohnya penggunaan cahaya dalam film ini. Dalam film Mean Street, cahaya-cahaya ini hanyalah membentuk atmosfir dalam bar, tidak mengancam. Namun dalam film Suspiria, cahaya-cahaya itu diubah menjadi simbol akan bahaya.
Ah, baru kepikiran. Kayaknya penggunaan objek untuk membuat penonton mengantisipasi sesuatu keren juga tuh. Misalnya kita pake contoh topi Indiana Jones. Dalam suatu frame, setting di bar di timur tengah, kondisi seperti wild west jaman dulu, kamera gerak menuju sebuah meja. Meja itu kosong, namun sebuah topi fedora tergeletak di atas meja itu. Jreeeeeng!! Penonton pasti udah riuh sendiri pas ngeliat topi itu. Kenapa? Karena mereka uda mikir kalo pada shot selanjutnya jagoan mereka bakal muncul. Jah!! Mantep!!
Kembali ke film Suspiria. Cahaya-cahaya itu juga membentuk dunianya sendiri. Gw inget banget satu adegan (di bagian akhir film) ketika watak utama wanita ingin menemukan ke mana arah langkah kaki yang sering ia dengar tiap malam. Pada awalnya semua lancar, koridor sepi karena anak-anak yang lain sedang pergi ke teater (yg saya lupa di mana). Ia turun tangga, terdengar obrolan dua orang wanita di dapur. Lalu shot beralih ke tempat itu. Perbedaan cahaya di koridor dan di dapur begitu kontras!!! Di koridor warna di dominasi warna-warna mencolok seperti merah, biru, dll, sedangkan di dapur menggunakan cahaya lampu biasa, dengan adegan yang wajar pula. Maksud saya dua orang wanita itu mengobrol seolah mereka sedang di dapur mereka sendiri di rumah, sedangkan di koridor suasana begitu tegang, mistis, menakutkan, dan mengancam. Seolah dapur dan koridor adalah dua dunia yang berbeda. Karena apa? Karena cahaya!! Well, akting juga berpengaruh sih. Tapi cahaya juga punya andil yang sangat besar di sana. Bayangkan bila chattering itu dilakukan dengan lighting yang sama dengan koridor. Walaupun percakapan mereka terdengar menyenangkan dan enteng, tetap saja atmosfirnya tertular dengan atmosfir di koridor, alhasil kontras tidak sebesar bila cahaya yg digunakan adalah cahaya wajar.
Itu aja sih yang pengen gw bahas, informasikan. Kali-kali bisa menjadi sumber inspirasi, entah buat siapa aja, bahkan buat gw sendiri nanti di masa datang.
Thursday, 23 December 2010
Thursday, 9 December 2010
'Aku', karya seorang kawan
Pengambilan gambarnya secara umum biasa saja. Setting seadanya, pemain pun tidak ganteng seperti pemain2 sinetron di TV, namun dalam film pendek karya , sebut saja RWB, yang berjudul 'Aku' adalah, jujur sejujur-jujurnya, salah satu film paling emosional yang pernah gw tonton.
Padahal film pendek, durasi cuman 15 menit, tapi , mungkin, ada beberapa adegan yang membuat gw terikat dengan sang karakter utama. Gw ga bakal masuk ke segi2 teknis bla-bla-bla. Yang pasti, ini film pesannya kuat dan , buat gw pribadi, sangat inspirasional.
Sebuah film tentang seorang pemuda yang jatuh, diinjak-injak, hancur, berkelut dengan dirinya sendiri, namun pada akhirnya ia bisa mengalahkan itu semua, mengalahkan dirinya sendiri dan menjadi pemenang, diakhiri kata-kata 'Seorang pemberani adalah seseorang yang mampu menaklukan ketakutan dalam dirinya sendiri'.
Pertama kali gw menonton film ini, ditemani sama yang buat filmnya, gw ngerasa pusing. Entah kenapa, gw belum tau pasti, antara adegan-adegan awal film yang eksplosif (secara emosi) atau karena gw menahan tangis (nahan tangis bikin pusing juga loh). Namun pada saat itu, gw belum tersentuh saat ini ketika gw menonton filmnya untuk kedua kalinya, sendiri. Kali itu ia bercerita bahwa beberapa temannya yang ditunjukkan film ini menangis, gw belum begitu mengerti. Namun ketika menonton filmnya untuk kedua kalinya, gw paham, walau mungkin hanya sedikit, mengapa mereka menangis setelah menonton film ini.
Film ini akan gw jadikan inspirasi untuk film (eksperimen) gw selanjutnya, sebuah film yang lebih menyentuh daripada menghibur.
Padahal film pendek, durasi cuman 15 menit, tapi , mungkin, ada beberapa adegan yang membuat gw terikat dengan sang karakter utama. Gw ga bakal masuk ke segi2 teknis bla-bla-bla. Yang pasti, ini film pesannya kuat dan , buat gw pribadi, sangat inspirasional.
Sebuah film tentang seorang pemuda yang jatuh, diinjak-injak, hancur, berkelut dengan dirinya sendiri, namun pada akhirnya ia bisa mengalahkan itu semua, mengalahkan dirinya sendiri dan menjadi pemenang, diakhiri kata-kata 'Seorang pemberani adalah seseorang yang mampu menaklukan ketakutan dalam dirinya sendiri'.
Pertama kali gw menonton film ini, ditemani sama yang buat filmnya, gw ngerasa pusing. Entah kenapa, gw belum tau pasti, antara adegan-adegan awal film yang eksplosif (secara emosi) atau karena gw menahan tangis (nahan tangis bikin pusing juga loh). Namun pada saat itu, gw belum tersentuh saat ini ketika gw menonton filmnya untuk kedua kalinya, sendiri. Kali itu ia bercerita bahwa beberapa temannya yang ditunjukkan film ini menangis, gw belum begitu mengerti. Namun ketika menonton filmnya untuk kedua kalinya, gw paham, walau mungkin hanya sedikit, mengapa mereka menangis setelah menonton film ini.
Film ini akan gw jadikan inspirasi untuk film (eksperimen) gw selanjutnya, sebuah film yang lebih menyentuh daripada menghibur.
Subscribe to:
Posts (Atom)